Mengetahui Penghitungan Kuda-Kuda ( 2 )


Dalam postingan sebelumnya, saya telah membagi cara penghitungan pembuatan kuda-kuda menjadi 2 bagian yaitu cara tradisional dan cara modern. Anda bisa membacanya kembali disini. Dalam postingan kali ini saya akan menulis bagaimana cara penghitungan kuda-kuda secara tradisional dan untung ruginya menggunakan bahan baku kayu dan bambu.

Dalam penghitungan tradisional kita juga sudah mengenal istilah bentuk atap lanang (curam) dan atap wedok (landai). Perbedaan dari keduanya hanya pada ketinggian wuwungan (bubungan / notch / nok) dan bisa juga keduanya di gabungkan seperti dalam proses pembuatan kuda-kuda u/ atap rumah yang berbentuk Joglo (atap bangunan khas Jawa Tengah). Meskipun penghitungan secara tradisional yang biasanya di terapkan oleh ahlinya (tukang / applicant) pada kuda-kuda berbahan baku kayu dan bambu sekarang sudah jarang dipakai, namun tidak ada salahnya jika kita bahas kembali sebagai hperbandingan karena masih ada sebagian ahli yang menggunakannya.

Standard / patokan awal dalam pembuatan kuda-kuda biasanya terlebih dahulu kita mengukur lebar bangunan dimana kuda-kuda tersebut akan didirikan. Dari ukuran lebar bangunan tersebut kita bisa menentukan berapa panjang bentangan kuda-kuda yang harus di buat. Mengenai ketinggian kuda-kuda dalam penghitungan tradisional, biasanya applicant menanyakan langsung kepada pemilik rumah (owner). Permintaan dari owner tersebut yang kemudian di terapkan pada kuda-kuda sehingga muncul istilah atap lanang (curam) dan atap wedok (landai).


Ketinggian atap lanang (curam)  biasanya ukurannya ⅓ atau lebih panjang dari panjang bentangan sedangkan ketinggian atap wedok (landai) ¼ atau lebih pendek dari panjang bentangan. Misalnya panjang bentangan 6 meter, maka dalam pengukuran atap lanang akan kita peroleh ketinggian 2 meter sedangkan dalam atap wedok akan kita peroleh ketinggian 1,5 meter.

Silahkan perhatikan gambar berikut :


Selanjutnya saya hanya akan membahas kuda-kuda dengan bahan baku kayu saja karena bahan baku bambu memiliki ukuran panjang dan bentuk (diameter) bervariasi / tidak beraturan. 

Dalam pembuatan kuda-kuda kayu biasanya bahan yang digunakan adalah balok kayu yang berukuran 20 cm × 15 cm atau 15 cm × 10 cm. Sedangkan dalam pemasangannya, kuda-kuda berbahan baku kayu memerlukan support bahan kayu lain dengan spesifikasi ukuran bahan sebagai berikut :

  • Blandar / Balok kayu dengan uk. 20 cm × 15 cm atau 15 cm × 10 cm.
  • Kaso / Usuk kayu dengan uk. 7 cm × 5 cm atau 5 cm × 4 cm.
  • Reng uk. 4 cm × 2 cm atau 3 cm × 1,5 cm.

Berikut ini gambar sederhana dari kuda-kuda kayu dan penempatan bahan lain yang men supportnya.


Dalam bangunan type kecil dengan desain minimalis, kuda-kuda kayu biasanya jarang digunakan. Cukup dengan balok kayu, kaso, dan reng untuk penopang atap (genteng, seng, asbes, dll) yang kekuatannya disupport dengan gewel (gevel) yang dipasang ditengah serta kanan dan kiri bangunan. Namun dalam bangunan dengan desain atap klasik / limasan, kuda-kuda kayu masih sering dipakai sebagai kekuatan utama penopang atap. Tapi ada juga perpaduan keduanya (gewel dan kuda-kuda) yaitu dalam bangunan yang menyerupai gudang dengan desaign atap minimalis (gudangan). Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pemakaian gewel di antara kanan dan kiri bangunan.


Berikut ini beberapa keuntungan dan kerugian  dalam menggunakan bahan baku kayu sebagai kuda-kuda dengan menerapkan penghitungan tradisional.

Keuntungan
  • Praktis dalam hal pengukuran tinggi kuda-kuda.
  • Penempatan bahan pendukung lainnya  (kaso / usuk) lebih mudah tanpa harus menghitungnya kembali.
  • Panjang sayap / top chord sebagai penyangga balok utama lebih mudah di ketahui.
  • Mudah dalam mengukur panjang krimuna / penyangga sayap / webs.
  • Bahan tidak mudah di aliri listrik sehingga resiko terkena sengatan aliran listrik lebih kecil.
  • Bahan mudah didapat dan tersedia hampir di seluruh toko material bangunan.
  • Dll
Kerugian :
  • Proses pembuatan dan pemasangannya lebih lama karena kuda-kudanya harus  dibongkar pasang kembali.
  • Membutuhkan tenaga pasang lebih banyak.
  • Bahan mudah terbakar.
  • Bahan mudah keropos dimakan serangga pemakan kayu (rayap & sejenisnya).
  • Budget yang dikeluarkan lebih besar untuk mendapatkan kayu dengan kualitas terbaik.
  • Sulit mencari bahan dengan ukuran yang presisi sehingga mempengaruhi hasil akhir dan atap tampak bergelombang.
  • Sisa potongan bahan lebih banyak.
  • Dll.
Sekian dulu posting saya tentang "Mengetahui Penghitungan Kuda-Kuda" secara tradisional dan untung ruginya menggunakan bahan baku kayu dan bambu. Postingan ini bukan hasil dari penelitian yang spesifik tentang topik yang diangkat dalam tulisan ini sehingga layak di sebut karya ilmiah melainkan hanya buah dari pengalaman penulis dan hasil obrolan ringan di warkop (warung kopi). Tapi jika anda merasa tulisan ini memberi manfaat walaupun sedikit, sudilah kiranya anda membagikannya.

Terimakasih atas kunjungannya dan jangan lupa u/ meninggalkan sedikit masukan demi peebaikan blog ini melalui kolom komentar yang tersedia. Serta jangan lupa u/ berdo'a dalam setiap aktifitas kita, semoga kita selalu dalam lindungan TUHAN YME.

2 komentar:

  1. Terimakasih atas informasinya yang sangat berharga bagi saya, semoga kebaikan anda dibalas dengan kebaikan yg lebih tinggi oleh Tuhan YME.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama bapak, semoga bapak sekeluarga juga selalu dalam perlindungan Tuhan YME.

      Hapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.